Postingan

Sekeping Kisah Jember #1

kita di setujui untuk berangakat.. kata-kata itu yang kemudian membuatku harus meninggalkan PPL (semcama magang mengajar disekolah) selama dua hari pada bulan agustus 2017. cerita ini sudah lama sekali sebenarnya dan mungkin ada detail yang terlupakan tapi kehangatan yang masih terasa membuatku harus menulisnya supaya tidak lapuk dikikis masa.  sore itu sekitar pukul 17.00 aku berangkat kestasiun kota. aku dan kawanku yang bernama Diyyah menunggu kereta  yang akan membawa kami ke Jember melalui Surabaya. dalam penantian menunggu kereta kita berbasa-basi dengan seorang Ibu paruh baya. Bertanya jawab dengannya sampai aku ketahui ia seorang ibu yang berasal dari Sidoarjo. kemudian aku nyeletuk "kok ibu bisa sampai sini?". Ibu yang tidak kukethui namanya itu memperlihatkan raut muka yang tidak mengenakan, semacam tersinggung aku mengatakan seperti itu. "kalau Ibu ada di sini itu ya pasti jelas Ibu ada keperluan, tidak usah ditanya kenapa ibu ada disini" Ia menjaw

Me . . .

hayyy bloggerss, saya senja. blog ini saya buat untuk mendokuntasikan perjalanan sastra saya. kebetulan saya suka puisi dan juga musik. salam kenal semuanya. :)

Ziarah

Gambar
Sapardi Djoko Damono Kita berjingkat lewat jalan kecil ini dengan kaki telanjang; kita berziarah ke kubur orang-orang yang telah melahirkan kita. Jangan sampai terjaga mereka! Kita tak membawa apa-apa. Kita tak membawa kemenyan ataupun bunga kecuali seberkas rencana-rencana kecil (yang senantiasa tertunda-tunda) untuk kita sombongkan kepada mereka. Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis, atau tulang benulang, atau sisa-sisa jasad mereka di sana? Tidak, mereka hanya kenangan. Hanya batang-batang cemara yang menusuk langit yang akar-akarnya pada bumi keras. Sebenarnya kita belum pernah mengenal mereka; ibu-bapa kita yang mendongeng tentang tokoh-tokoh itu, nenek-moyang kita itu, tanpa menyebut-nyebut nama. Mereka hanyalah mimpi-mimpi kita, kenangan yang membuat kita merasa pernah ada. Kita berziarah; berjingkatlah sesampai di ujung jalan kecil ini: sebuah lapangan terbuka                                         batang-batang cemara                                                  

Yang Fana Adalah Waktu

Gambar
YANG FANA ADALAH WAKTU Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Puisi Fana Adalah Waktu adalh puisi penyair Sapardi Djoko Damono. berikut musikalisasi puisi Yang Fana Adalah Waktu